PADANG — Gubernur Sumatera
Barat Irwan Prayitno melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi
tambang emas Batang Hari, Nagari Ulang Aling, Kabupaten Solok, Kamis,
(25/10).
Hasil pengujian sampel air Batang Hari pada 2009, menunjukkan bahwa kadar merkuri telah berada di ambang batas. Penyebabnya, para penambang menggunakan air raksa (merkuri) untuk memisahkan pasir yang telah bercampur dengan emas. (h/dla)
Haluan 271012
Sidak dilakukan menyusul adanya laporan makin maraknya
aktivitas tambang liar di daerah ini yang terlihat dari semakin
menjamurnya alat berat di lokasi pertambangan.
Saat ini lebih dari 200 eskavator ilegal terus
beroperasi di sungai ini. Tak hanya itu, diperkirakan sekitar 3.000
pekerja juga mengadu nasib di bisnis ilegal ini. Mereka terdiri dari
masyarakat lokal dan pendatang yang dibawa oleh para pemilik
modal.
Menurut informasi di lapangan, kebutuhan setiap
operasional eskavator mencapai Rp50 juta per 200 jam, Rp16 juta untuk
operasional, sementara untuk izin lokasi dari PT Gemenik, Rp25 juta.
Setiap hari penambang bisa menghasilkan sekitar enam
hingga sepuluh ons emas. Di setiap lokasi, rata-rata bisa dikeruk empat
hingga lima kilogram emas murni. Satu kilogram emas biasa dihargai Rp1
miliar. Inilah yang menjadi daya tarik para pemilik modal.
Didampingi Wakil Bupati Solsel Abdul Rahman, Sekdakab
H. Fachril Murad,SH, Kadis Pertanian Ir. Djoni, serta beberapa kepala
SKPD di lingkungan Pemkab Solsel, gubernur mengatakan akan melakukan evaluasi terhadap
aktivitas pertambangan ini baik dari segi dampak lingkungan maupun
ekonomi.
“Kegiatan tambang ini harus dievaluasi. Secara ekonomi
bagaimana dampaknya bagi kesejahteraan masyarakat dan dampak kerusakan
lingkungan yang diakibatkan,” kata gubernur.
Tak hanya itu, gubernur juga akan mengevaluasi kontrak
usaha yang telah diberi izin. “Jika tidak lagi cocok dengan dokumen yang
telah ditetapkan, maka kita akan lakukan tindakan tegas sesuai dengan
perundangan yang berlaku,” tegasnya.
Ancaman bencana ekologi di sepanjang daerah aliran
sungai (DAS) Batang Hari sudah di ambang mata. Selain kerusakan aliran
sungai yang kian parah, pencemaran air Batang Hari sungguh
mencemaskan. Kerusakan itu disebabkan kembali maraknya aktivitas
penambangan emas liar.
Di hulu, kondisi DAS Batang Hari di Solok Selatan
benar-benar mengkhawatirkan. Air sungai yang dimanfaatkan warga
setempat untuk mandi hingga kebutuhan memasak, tercemar merkuri (Hg)
dan keruh, karena dampak aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI)
yang kian kebablasan.
Hasil pengujian sampel air Batang Hari pada 2009, menunjukkan bahwa kadar merkuri telah berada di ambang batas. Penyebabnya, para penambang menggunakan air raksa (merkuri) untuk memisahkan pasir yang telah bercampur dengan emas. (h/dla)
Haluan 271012