PADANG – Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno
mengimbau walikota dan bupati untuk serius menegur camat dan walinagari
yang masih memberikan izin pendirian hunian, baik hunian tetap atau
hunian sementara di titik-titik rawan longsor. Hunian yang sudah
terlanjur ada juga diminta untuk direlokasi ke tempat yang lebih aman.
“Ini menyangkut keselamatan masyarakat. Jika masyarakat dibiarkan tinggal di daerah rawan longsor berarti kita membiarkan mereka celaka,” kata Irwan, Jumat (31/8).
Imbauan ini beranjak dari longsor di Desa Air Dingin, Solok Juli lalu. Longsor itu menimbun dua rumah masyarakat. Untung saat itu sebanyak 20 rumah lain di sekitarnya juga tak tertimbun.
“Longsor di Desa Air Dingin, Solok itu menjadi peringatan untuk kita bergegas mengosongkan titik rawan agar tak ada korban,” katanya.
Selain di Desa Air Dingin, tercatat 120 titik rawan longsor di Sumbar. Sebanyak 19 di antaranya merupakan titik paling rawan yang acap longsor, di antaranya berada di Lubuk Peraku, Lubuk Selasih, Bukit Putus Bungus, Pasar Minggu Tarusan, Bukit Sebelah dan Bukit Apit.
Memasuki musim penghujan hingga akhir tahun ini, Irwan menilai perlu masing-masing pemerintah kabupaten/kota untuk bergegas melakukan pencegahan dampak korban dan kerugian karena longsor dengan merelokasi masyarakat. Jangan sampai pemerintah kabupaten/kota baru bergerak setelah terjadi bencana.
“Pola penanggulangan ben cana di Sumbar harus diubah. Kita tak lagi bisa memakai konsep bencana dulu baru bergerak. Tapi bergerak sebelum bencana terjadi. Pencegahan dampak buruk ten tu akan lebih baik,” katanya.
Imbauan ini sebenarnya bukanlah imbauan baru. Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Sumbar, Ade Edward mengatakan imbauan mengosongkan daerah titik rawan longsor sebenarnya sudah acap dilakukan.
Namun, masih saja ada walinagari dan camat ‘nakal’ yang memberikan izin pendirian hunian. Ada juga masyarakat yang keras kepala. Alhasil setelah sekian lama di daerah titik rawan longsor sampai berdiri puluhan hunian. Padahal seharusnya kosong.
Bukan hanya di titik rawan longsor di Air Dingin saja, menurut Ade di daerah-daerah lain yang merupakan titik rawan masih ditemukan perumahan penduduk. Ada perumahan yang terlihat sudah lama dibangun dan ada yang berupa perumahan baru.
Pemberian izin mendirikan hunian atau pemukiman dikatakan Ade merupakan wewenang camat dan walinagari. Sehingga akan lebih efektif masing kepala daerah pemkab/pemkot yang menegaskan pada camat dan walinagari.
“Seharusnya bisa ditegaskan kepada walinagari dan camat juga masyarakat untuk tak mendirikan hunian di sana. Itu kan menyangkut keselamatan masyarakat,” katanya.
Selain tak memberikan izin pendirian hunian baru di daerah sekitar titik rawan longsor, Ade juga berharap masing-masing pemerintah kab/kota dapat mengevakuasi masyarakat yang sudah terlanjur membangun hunian di daerah tersebut.
(403)
Singgalang 1 September 2012
Foto: Humasprov
“Ini menyangkut keselamatan masyarakat. Jika masyarakat dibiarkan tinggal di daerah rawan longsor berarti kita membiarkan mereka celaka,” kata Irwan, Jumat (31/8).
Imbauan ini beranjak dari longsor di Desa Air Dingin, Solok Juli lalu. Longsor itu menimbun dua rumah masyarakat. Untung saat itu sebanyak 20 rumah lain di sekitarnya juga tak tertimbun.
“Longsor di Desa Air Dingin, Solok itu menjadi peringatan untuk kita bergegas mengosongkan titik rawan agar tak ada korban,” katanya.
Selain di Desa Air Dingin, tercatat 120 titik rawan longsor di Sumbar. Sebanyak 19 di antaranya merupakan titik paling rawan yang acap longsor, di antaranya berada di Lubuk Peraku, Lubuk Selasih, Bukit Putus Bungus, Pasar Minggu Tarusan, Bukit Sebelah dan Bukit Apit.
Memasuki musim penghujan hingga akhir tahun ini, Irwan menilai perlu masing-masing pemerintah kabupaten/kota untuk bergegas melakukan pencegahan dampak korban dan kerugian karena longsor dengan merelokasi masyarakat. Jangan sampai pemerintah kabupaten/kota baru bergerak setelah terjadi bencana.
“Pola penanggulangan ben cana di Sumbar harus diubah. Kita tak lagi bisa memakai konsep bencana dulu baru bergerak. Tapi bergerak sebelum bencana terjadi. Pencegahan dampak buruk ten tu akan lebih baik,” katanya.
Imbauan ini sebenarnya bukanlah imbauan baru. Kepala Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) Sumbar, Ade Edward mengatakan imbauan mengosongkan daerah titik rawan longsor sebenarnya sudah acap dilakukan.
Namun, masih saja ada walinagari dan camat ‘nakal’ yang memberikan izin pendirian hunian. Ada juga masyarakat yang keras kepala. Alhasil setelah sekian lama di daerah titik rawan longsor sampai berdiri puluhan hunian. Padahal seharusnya kosong.
Bukan hanya di titik rawan longsor di Air Dingin saja, menurut Ade di daerah-daerah lain yang merupakan titik rawan masih ditemukan perumahan penduduk. Ada perumahan yang terlihat sudah lama dibangun dan ada yang berupa perumahan baru.
Pemberian izin mendirikan hunian atau pemukiman dikatakan Ade merupakan wewenang camat dan walinagari. Sehingga akan lebih efektif masing kepala daerah pemkab/pemkot yang menegaskan pada camat dan walinagari.
“Seharusnya bisa ditegaskan kepada walinagari dan camat juga masyarakat untuk tak mendirikan hunian di sana. Itu kan menyangkut keselamatan masyarakat,” katanya.
Selain tak memberikan izin pendirian hunian baru di daerah sekitar titik rawan longsor, Ade juga berharap masing-masing pemerintah kab/kota dapat mengevakuasi masyarakat yang sudah terlanjur membangun hunian di daerah tersebut.
(403)
Singgalang 1 September 2012
Foto: Humasprov