Padang — Gubernur
Sumbar Irwan Prayitno memberikan peringatan dini pada masyarakat
Sumbar agar mewaspadai dampak cuaca ekstrem. Cuaca ekstrem yang
diprediksi berlangsung sampai akhir tahun ini, berpotensi memicu
terjadinya banjir, longsor, galodo, abrasi, badai dan gelombang
samudera. Pemkab/pemko diminta mendata dan menertibklan masyarakat
berdomisili di zona merah (rawan bencana) di jalur sungai dan tebing.
“Saat ini cuaca kerap kali
berubah atau lebih dikenal cuaca ekstrem. Masyarakat harus dapat
meningkatkan kewaspadaan, karena banyak sekali potensi bencana
muncul akibat cuaca ekstrem ini. Imbauan ini perlu saya sampaikan
untuk meminimalisir dampak bencana. Jangan sampai akibat
kelalaian kita mengantisipasinya, akan ada korban jiwa,” ujar Irwan
Prayitno saat Rapat Koordinasi (Rakor) Siaga Darurat Ancaman Cuaca
Ekstrem di auditorium Gubernuran, kemarin (23/11).
Gubernur menegaskan bahwa
peringatan dini bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, namun upaya
mengurangi risiko bencana. Sebab sebelumnya, Surat Edaran Gubernur
Sumbar soal peringatan dini bahaya gempa Juni 2012 lalu, disikapi
prokontra di tengah masyarakat. Padahal, tujuan dikeluarkannya
surat tersebut untuk meningkatkan mitigasi dan antisipasi bencana.
“Saya sudah dikirimi surat
oleh Mendagri soal kemungkinan terjadinya gempa. Masa saya biarkan
saja surat itu dan tak saya sampaikan pada masyarakat. Jika benar
gempa itu terjadi, sedangkan masyarakat tidak tahu sehingga jatuh
korban jiwa, maka pemerintahlah yang disalahkan,” ucapnya.
Dia berharap imbauannya soal
waspada cuaca ekstrem dipandang sebagai upaya mengingatkan
masyarakat. Sebab, banjir bandang, longsor dan bencana ekologi
lainnya lebih diakibatkan kelalaian manusia menanggulanginya.
Padahal, dampak bencana tersebut sejak awal sudah dapat diprediksi
sebelum bencana datang.
“Ini kelalaian kita semua.
Hanya gempa dan tsunami tidak dapat diprediksi datangnya, namun
dampak pengurangan risikonya dapat dilakukan sejak dini. Sedangkan
letusan gunung api, banjir, longsor, angin badai, gelombang, abrasi
pantai dan erosi tebing sungai dapat diantisipasi dini,” paparnya.
”Jika masih ada masyarakat
mendirikan bangunan di pinggir sungai atau tebing, pemerintah harus
menertibkannya dan terus-menerus mengingatkannya. Jika sudah berulang
kali diingatkan, tapi tetap saja membangun rumah, itu namanya bunuh
diri,” tambahnya.
Langkah-langkah antisipasi
jangka pendek, tambah Irwan, dapat dilakukan dengan memperkuat
koordinasi antar-instansi terkait. Juga, menyiapkan petugas dan
peralatan siaga bencana secara aktif selama 24 jam. Lalu, melakukan
survei dan investigasi lapangan untuk melakukan kajian terhadap
wilayah berisiko tinggi, melaksanakan operasi penyisiran lapangan
dan pembersihan hulu sungai dari sampah, serta lainnya.
“Untuk pembersihan hulu
sungai itu, tak membutuhkan biaya besar. Kan bisa melibatkan
mahasiswa pecinta alam, Tagana, PMI, TNI dan organisasi lainnya
membersihkan hulu sungai. Sekali 6 bulan lakukan pembersihan hulu
sungai. Sehingga, banjir bandang tak terjadi lagi. Galodo di
Padang Juli dan September lalu, harusnya dapat diminimalisir dampaknya
jika saja sejak awal pembersihan hulu sungai dilakukan,” tegasnya.
Gubernur juga meminta
pemerintah daerah melakukan pendataan terhadap daerah-daerah
berpotensi abrasi. Jika dibiarkan, maka akan lebih banyak anggaran
habis untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur tersebut.
“Aturannya uang itu dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain, jadi
tak bisa. Kalau dilakukan pengamanan dengan memasang baronjong,
tentunya dampak bencana tidak akan semakin besar,” katanya.
Irwan mengatakan, data tersebut sangat dibutuhkan agar pemprov dapat membuat detailed engeneering design (DED)
soal mitigasi bencana abrasi. DED juga bisa dimanfaatkan untuk
mengajukan usulan bantuan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) atau lewat Asia Africa Foundation (AAF) yang telah memberikan
bantuan pada Pemprov Sumbar sebesar 4 miliar USD untuk recovery.
“Mereka kan minta kita bikin program mitigasi dan recovery bencana. Kita bisa buat pemasangan batu krib untuk lokasi-lokasi terancam abrasi. Selama ini kan
daerah tak bisa melakukan pengamanan untuk pembuatan batu baronjong
tersebut, karena keterbatasan dana. Sekarang, silakan lakukan
pemetaan, nanti DED-nya bisa kami bantu membuatkannya,” ujarnya. (ayu)
Padang Ekspres