Puasa Tasu'a dan 'Asyura - PKS Sumbar
News Update
Loading...

29 Agustus 2020

Puasa Tasu'a dan 'Asyura


Oleh: Irsyad Syafar

Melaksanakan puasa 'Asyura atau puasa pada tanggal 10 Muharram sebenarnya sudah dilakukan oleh Rasulullah SAW semenjak berada di Makkah. Dimana kaum kafir Quraisy juga melakukan puasa yang sama. Lalu tatkala sudah hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk puasa 'Asyura juga. Hal ini berdasarkan hadits dari ’Aisyah ra:

كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ

Artinya: "Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah SAW juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, Beliau melakukan puasa tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, Beliau meninggalkan puasa ’Asyura. (Lalu beliau mengatakan:) Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya (tidak berpuasa).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketika berpuasa di Makkah, hanya Rasulullah SAW yang melakukan. Adapun saat berada di Madinah, para sahabat juga diperintahkan melakukan puasa. Saat itu Beliau melihat kaum Yahudi di Madinah berpuasa pada hari 'Asyura. Beliau bertanya kepada mereka:


« مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِى تَصُومُونَهُ ». فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ ». فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ.

Artinya: ”Hari apakah ini yang kalian bepuasa padanya?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, ”Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini." Rasulullah SAW lantas berkata, ”Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa dari pada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa.” (HR. Muslim)

Maka Nabi berpuasa pada hari 'Asyura bersama para sahabat, bukan karena menyerupai kaum Yahudi. Pertama karena sebelumnya saat di Makkah sudah berpuasa juga. Kedua, karena Beliau dan umatnya lebih berhak mensyukuri keselamatan Nabi Musa dibandingkan kaum Yahudi, disebabkan kaum muslimin beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul, termasuk Nabi Musa as.

Kemudian, Rasulullah SAW melengkapi syariat puasa 'Asyura ini dengan keutamaan dan kemuliaannya. Tentunya itu bersumberkan kepada perintah atau wahyu dari Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:


صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ


Artinya: “Puasa hari ‘Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu” (HR. Muslim).

Dalam riwayat yang lain dikatakan:


وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ


Artinya: "Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, maka Beliau bersabda: “Puasa 'Asyura dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu” (HR. Muslim).

Para ulama berselisih pendapat tentang hukum puasa 'Asyura sebelum turunnya kewajiban puasa Ramadhan. Sebagian ulama menyatakan puasa itu hukumnya wajib, yaitu dari dari kalangan madzhab Hanafi. Sebagian yang lain terutama dari kalangan madzhab Syafii dan Hambali menyatakan hukumnya sunat muakkad.

Adapun pasca turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa 'Asyura statusnya adalah puasa sunat. Tidak lagi wajib seperti pendapat pertama, atau sunat muakkad pada pendapat kedua.

Kurang satu tahun menjelang wafatnya Rasulullah SAW, ada sahabat yang bertanya kepada Beliau tentang puasa 'Asyura ini. Dimana kaum Yahudi mengagungkan dan merayakan hari tersebut. Akibatnya Rasulullah SAW menjawab:


فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ


Artinya: "Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)- kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”

Ternyata belum sampai bulan Muharram tahun depannya, Rasulullah SAW sudah wafat. Ibnu Abbas mengatakan:


فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.


Artinya: "Belum sampai tahun depan, Rasulullah SAW sudah keburu meninggal dunia.” (HR. Muslim).

Dengan demikian Rasulullah SAW sudah mengajarkan (mensyariatkan) kepada para sahabat tentang rencana puasa hari ke 9 Muharram (tasu'a). Namun belum sempat dilaksanakan karena keburu wafat.

Maka, puasa Tasu'a menjadi sunat hukumnya karena alasan berikut:

1. Rasulullah SAW berniat melakukan puasa tersebut di tahun yang akan datang dan mengajak para sahabat untuk melakukannya.

2. Menjadi puasa pembeda antara puasa kaum muslimin dengan puasa kaum Yahudi. Dan menyelisihi ibadah kaum Yahudi adalah salah satu sunnah Rasulullah SAW.

Karena itu, berpuasa pada hari Jum'at 28 Agustus 2020 (tasu'a) adalah sunat. Kemudian berpuasa pada hari Sabtu 29 Agustus 2020 ('Asyura), juga sunat, dengan keutamaan yang besar. Bagi yang tidak sempat berpuasa pada hari Jumat 28 Agustus, bisa menambahkan puasa pada hari Ahad 30 Agustus, untuk menghidupkan sunnah Rasulullah SAW dalam menyelisihi kaum Yahudi.


Wallahu A'laa wa A'lam.

Share with your friends

Give us your opinion

Pemberitahuan
Jangan lupa untuk like dan subscribe PKS Sumbar.
Done