Juni 2017 - PKS Sumbar
News Update
Loading...

28 Juni 2017

Ramadhan 23

Ramadhan 23

Irsyad Syafar

WASPADAI PENGHANCUR IBADAH
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Alangkah meruginya bila kita sudah berletih-letih beribadah, waktu juga sudah habis dipakai dunia, dan harta juga ikut terkuras karena beribadah, tapi kemudian di akhirat kelak - di hadapan Allah - ibadah itu semua sia-sia, habis tak bernilai. Sungguh sangat tragis.

Terhadap makna ini Allah Ta'aala sampaikan:

وَقَدِمْنَا إِلَىٰ مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا.

Artinya: "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan". (QS Al Furqan: 23).

Hancurnya amalan dan ibadah disisi Allah adalah suatu petaka. Bagi orang beriman itu suatu hal yang wajib dihindari. Para ulama menyebukan bahwa penghancur utama ibadah itu adalah riya'.

Yang dimaksud dengan riya’ adalah memperlihatkan (memperbagus) suatu amalan/ibadah dengan tujuan mendapatkan pujian manusia. Semakna dengan riya’ adalah sum’ah yaitu memperdengarkan suatu amalan dengan tujuan yang sama yaitu mendapatkan pujian (popularitas) manusia. Riya’ termasuk syirik khafiy (tersembunyi), yaitu kesyirikan yang terdapat di dalam hati manusia yang tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ta’ala.

Gara-gara riya', ibadah yang berpahala besar dan termasuk ibadah-ibadah puncak, bisa berubah menjadi kecil dan kerdil. Bahkan bisa menjadi penyebab masuk neraka.

Rasulullah saw menyebutkan kelompok orang-orang yang termasuk pertama kali dilemparkan ke dalam neraka. Mereka dihukum seperti itu bukan karena kekafirannya. Melainkan karena perbuatan riya.

Di dalam hadits yang panjang dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa golongan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah seorang yang mati syahid, seorang yang mempelajari dan mengajarkan ilmu, dan seorang yang bersedekah. Dalam sebagian riwayat orang yang mengajarkan Al Quran. Namun, ternyata Allah ta’ala memasukkan mereka ke dalam neraka karena niat ibadah mereka tidak ditujukan kepada Allah ta’ala. Orang yang mati syahid ternyata berperang sampai syahid supaya dia dikatakan pemberani, orang yang mempelajari dan mengajarkan ilmu ternyata ingin dikatakan sebagai seorang alim, orang yang membaca Al Quran ternyata supaya dapat gelar Qori dan orang yang bersedekah ternyata ingin supaya dikatakan dermawan oleh orang lain.

قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ...

Artinya: "Engkau berjihad supaya digelari pemberani. Dan sudah digelari seperti itu. Lalu Malaikat diperintahkan Allah, dan dia diseret dari wajahnya dan dilempar ke neraka...

قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ عَالِمٌ وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِئٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

Artinya: "Engkau bohong, engkau mempelajari ilmu supaya digelari Alim. Engkau membaca Quran supaya digelari Qori, dan sudah digelari seperti itu. Lalu Malaikat diperintahkan, dan dia diseret dari wajahnya dan dilempar ke neraka.

كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيلَ ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَـسُحِبَ عَـلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

Artinya: "Engkau bohong, engkau berinfaq hanya ingin digelari sebagai dermawan. Dan sudah dapat gelar itu. Lalu Malaikat diperintahkan, dan dia diseret serta dilemparkan ke dalam neraka". (HR Muslim).

Berjihad adalah ibadah puncak dalam Islam. Sangat mulia di sisi Allah. Apalagi bila mati syahid. Bisa masuk sorga tanpa hisab dan tanpa adzab. Namun ternyata, gara-gara riya' justru berakibat masuk neraka.

Membaca dan mengajarkan Al Quran adalah amalan yang sangat mulia. Pahalanya bisa mencapai derjat selevel malaikat. Sebagaimana Rasulullah nyatakan:

عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الماهر بالقرآن مع السفرة الكرام البررة...

Artinya: Diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah saw bersabda: "Orang yang mahir membaca Al Quran bersama Malaikat yang mulia...". (HR Muslim).

Namun gara2 riya', malah yang mahir membaca Al Quran bisa menjadi golongan yang di awal-awal masuk neraka.

Begitu juga berinfaq di jalan Allah. Pahalanya bisa 10 kali lipat sampai 700 kali lipat. Namun akibat niat yang riya' malah dilempar ke neraka.

Penyakit riya’ amatlah berbahaya karena ia menjangkiti seseorang bukan dalam keadaan ia bermaksiat. Melainkan justru menyerang tatkala dia tengah beramal shalih. Oleh karena itu, generasi terbaik umat ini, dari zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, tabi’in, dan para ulama sangat mengkhawatirkan amal mereka terjangkiti riya’. Sebab siapa saja bisa terkena penyakit ini.

Rasulullah saw bersabda:

 أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر. قالوا: وما الشرك الأصغر يا رسول الله؟ قال: الرياء...

Artinya: "Sesuatu yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik asghar”. Lalu beliau ditanya tentang (maksud) hal tersebut (syirik asghar), maka beliau menjawab “Riya’”. [HR. Ahmad, hasan].

Jika saja Rasulullah, para sahabat dan generasi terbaik umat ini sangat khawatir dengan riya', apalagi kita generasi akhir zaman. Amal ibadah kita sangat sedikit dibanding mereka, sedangkan peluang riya' sangat terbuka lebar.

Dengan kemajuan teknologi, berbagai ibadah seseorang dapat diketahui orang lain dalam waktu sekejap. Seseorang shalat malam, iktikaf, berhaji dan umrah, seketika bisa dishare ke publik. Maka pintu riya' menjadi terbuka lebar.

Kadang pola awalnya tidak kentara. Tapi tetap saja menyediakan celah bagi syetan untuk merusak niat. Misalnya, sehabis shalat malam seseorang update status: "Alangkah tenangnya malam ini bermunajat kepada Allah....". Saat iktikaf di sebuah masjid, dia juga update status: "Iktikaf di masjid ini begitu indah dan khusyuk...". Selesai tahwaf atau sa'i, atau ibadah umrah, lalu photo-photonya menyebar ke seantero negeri. Ini semua tentu akan menjadi mukaddimah riya'.

Allah Ta'aala mengabarkan tentang karakter orang munafiq yang suka pamer dalam ibadah dan sedikit sekali mengingat Allah:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا.

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali". (QS An Nisa: 142)

Maka, menjadi kewajiban bagi kita untuk sangat waspada terhadap penghancur ibadah ini. Kiatnya adalah menjadikan seluruh ibadah kita hanya ikhlas kepada Allah.

Syekh Utsaimin menjelaskan, seseorang dapat mencapai keikhlasan yang sempurna apabila ibadahnya dibangun di atas tiga perkara:

Pertama, seseorang meniatkan suatu amalan sebagai ibadah kepada Allah ta’ala, bukan karena melaksanakan kebiasaan atau rutinitas belaka. Sebab ibadah tidak sama dengan rutinitas.

Kedua, seseorang melakukan ibadah tersebut karena Allah dan untuk Allah semata. Bukan karena ingin dipuji, atau segan dengan manusia dan sebagainya.

Ketiga, seseorang melakukan ibadah tersebut dalam rangka melaksanakan syari’at Allah ta’ala. Saat dia ke masjid berjamaah, dia sadari betul karena itu memang syariatnya. Kalau dia berhaji atau umrah, dia juga sadari karena Allah dan RasulNya memerintahkan begitu.

Agar riya' semakin maksimal dijauhi, seorang mukmin perlu banyak berdoa kepada Allah agar diberi keikhlasan. Sedapat mungkin harus diusahakan menyembunyikan atau merahasiakan ibadah. Apalagi yang memang aslinya sudah rahasia. Berusaha untuk selalu menganggap kecil amalannya. Sehingga terus bersemangat menambahnya. Dan bila ada respon dari orang lain, jangan bertambah ibadah karena pujian, dan jangan berkurang karena celaan.

Wallahu A'laa wa A'lam.

PKS Padang Pariaman Buka Puasa Bersama

PKS Padang Pariaman Buka Puasa Bersama


Dalam rangka memeriahkan bulan Ramadhan, selasa 20 Juni 2017 Dewan Pimpinan Daerah Partai Keadilan Sejahtera Kabupaten Padang Pariaman melaksanakan acara berbuka puasa bersama antara unsure pimpinan daerah dengan kader dan simpatisan Partai Kaeadilan Sejahtera serta masyarakat di lingkungan kantor DPD PKS Kabupaten Padang Pariaman.

Kegiatan ini dilaksanakan di Masjid Babussalam Nagari Toboh Gadang, Kecamatan Sintuk Toboh Gadang yang berdekatan dengan MD Building Kabupaten Padang Pariaman tempat sehari-harinya PKS bermarkas, yang di hadiri oleh unsur pimpinan harian DPD PKS Kabupaten Padang Pariaman, unsur pimpinan cabang serta pimpinan ranting se kabupaten Padang Pariaman, fraksi PKS Kabupaten Padang Pariaman, kader dan simpatisan serta masyarakat disekitaran MD Building Kabupaten Padang Pariaman kurang lebih sebanyak 400 orang, nampak juga hadir Wali Nagari Toboh Gadang, sekretaris Nagari Toboh Gadang, serta tokoh-tokoh masyarakat se nagari Toboh Gadang.

Dalam sambutannya Risdianto ketua DPD PKS Kabupaten Padang Pariaman, mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan aganeda tahuanan yang merupakan rangkaian agenda kegiatan DPD PKS Padang Pariaman untuk memperkuat sirahturahi sesama kader serta mmeriahkan penyambutan bulan ramadhan yang sebentar lagi akan meninggalkan kita, setelah kegiatan sebelumnya yakni pengumpulan zakat, infak, sadaqah dari masing-masing kader, buka puasa bersama anak yatim, takjil on the roud, program itikaf 10 terakhir ramadhan yang saat ini sedang berlansung, serta posko mudik PKS yang akan di didirikan di sepanjang jalan protocol yang dilalui oleh pemudik, sebagai bentuk komitmen PKS untuk kokoh berkhitmat bagi Kabupaten Padang Pariaman.

Kegiatan ini diawali dengan pemotongan 2 ekor kambing pada siang harinya, tausyiah singkat menjelang berbuka dengan tema “Optimalisasi ibadah-ibadah di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan” oleh Ustadz Herizal Lazran mantan anggota DPRD Kabupaten Padang Pariaman yang saat ini ditunjuk sebagai ketua Kaderisasi, dilanjutkan dengan berbuka puasa bersama, sholat berjamaah, serta itikaf khusu bagi laki-laki. Di akhir kegiatan ini terkumpul Zakat, Infak, Sadaqah dari kader dan simpatisan sebanyak 40.000.000,- lebih yang akan disalurkan kepada kaum dhuafa menjelang hari lebaran nanti” pungkas ketua panitia pelaksana Afwelly Marhen. (Humas)

19 Juni 2017

Ramadhan 22

Ramadhan 22

Irsyad Syafar

MENGASURANSIKAN IBADAH
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Semua kita pasti menginginkan dapat beribadah dengan stabil. Dapat melakukan ibadah wajib dengan baik dan merutinkan ibadah-ibadah sunnat dengan maksimal.
Motivasi dibalik itu tentunya adalah stabilnya pahala dari Allah. Tidak ada mengalami penurunan, malah kalau bisa mengalami peningkatan.

Namun realita yang kita hadapi tidaklah stabil atau statis. Selalu saja ada dinamika yang terjadi. Sehingga ibadah kita menjadi berkurang. Contohnya adalah ketika kita sakit, demam atau saat dalam perjalanan (musafir). Ibadah kita otomatis akan berkurang.

Ternyata, ada petunjuk dari Rasulullah saw yang mengajarkan bahwa pahala akan tetap bisa stabil dalam situasi-situasi tersebut. Rasulullah saw bersabda:
عن أبي موسى مراراً يقول: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا مرض العبد أو سافر كُتب له مثل ما كان يعمل مقيماً صحيحاً.
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Musa, bahwa dia berulang kali berkata: Rasulullah saw bersabda, "Apabila seorang hamba sakit, atau bepergian jauh (musafir) maka tetap dituliskan pahala baginya sebagaimana saat dia mukim dan sehat". (HR Abu Daud dan Ahmad).

Maksud dari hadits ini adalah seseorang yang sakit atau musafir akan tetap dapat pahala sebagaimana ketika dia lagi sehat atau mukim, walaupun ibadahnya berkurang saat sakit dan musafir itu.
Imam Bukhari meriwayatkan hadits lain dengan lafazh yang lebih gamblang:
 عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "ما من أحد يمرض إلاَّ كتب له مثل ما كان يعمل وهو صحيح".
Artinya: Dari Abdullah bin Amru, Rasulullah saw bersabda, "Tidak seorangpun yang mengalami sakit, melainkan akan ditulis baginya seperti apa yang dia amalkan dikala dia sehat." (HR Bukhari).
Imam Al Haitsami meriwayatkan hadits yang lain:
وعن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((إذا ابتلَى الله عزوجل العبد المسلم ببلاء في جسده، قال الله عزوجل للملَك: اكتب له صالح عمله الذي كان يعمله، فإن شفاه غسله وطهره وإن قبضه غفر له ورحمه))، قال الهيثمي: رواه أبو يعلى وأحمد، ورجاله ثقات.
Artinya: Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda, "Apabila Allah menguji seorang hamba muslim dengan sebuah ujian di badannya, Maka Allah akan berkata kepada malaikat: "Tuliskan baginya amal shaleh saat dia sehat. Jika dia sembuh, maka amal shaleh itu akan mensucikannya dan membersihkannya. Jika dia wafat, maka dia akan diampuni dan disayangi". (HR Abu Ya'la dan Ahmad).
Jadi, seorang yang sakit atau musafir, tetap akan dapat pahala ibadah sebanyak dia sehat atau mukim. Bila saat dia sehat atau mukim dia sudah terbiasa shalat sunat rawatib, puasa sunat, berdzikir pagi dan petang, tilawah Quran, qiyamullail dan lain-lain, maka saat sakit dan musafir pahala sebanyak itu akan tetap dia raih.

Beruntunglah orang-orang yang saat sehat wal afiat dan saat berada di tempat tinggalnya, serta diwaktu-waktu normal, dia senantiasa memperbanyak amal shaleh dan berbagai ibadah sunat. Saat ada gangguan mendadak, pahalanya tetap mengalir. Masuk juga dalam kontek ini halangan-halangan yang diluar kemampuan biasanya. Rasulullah saw bersabda:
عن عائشة: ما من امرئ تكون له صلاة من الليل يغلبه عليها نوم أو وجع إلا كتب له أجر صلاته وكان نومه عليه صدقة. (رواه النسائي).
Artinya: Dari Aisyah, bahwa  tidak ada seseorang yang terbiasa shalat malam, lalu dia ketiduran atau sakit, melainkan dia akan tetap diberi pahala shalat (malam) dan tidurnya menjadi sedekah." (HR Nasaai).
Dalam Hadits lain Rasulullah saw bersabda:
" من توضأ فأحسن وضوءه ثم خرج إلى المسجد فوجد الناس قد صلوا أعطاه الله مثل أجر من صلى وحضر ، لا ينقص ذلك من أجره شيئا "
Artinya: "Barang siapa yang berwudhuk dengan baik, lalu keluar menuju masjid, dan dia temukan orang sudah selesai shalat (berjamaah), niscaya Allah memberinya pahala seperti orang yang hadir dan telah shalat, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun". (HR Abu Daud, Nasai dan Hakim dari Abu Hurairah).
Imam As Subki menjelaskan, "Barang siapa yang kebiasaannya adalah shalat berjamaah, lalu ada udzur sehingga shalat sendirian, maka dituliskan baginya pahala shalat berjamaah. Adapun orang yang kebiasaanya shalat sendirian, lalu terlambat datang ke jamaah karena ada udzur, maka pahalanya tetap seperti shalat sendirian.

Maka, siapa yang saat sehat, mukim dan tidak ada halangan dia selalu menjaga ibadah wajib dan ibadah sunat, pada hakekatnya dia tengah mengasuransikan (mengamankan) ibadahnya untuk nanti dikala sakit dan udzur lainnya.

Wallahu A'laa wa A'lam.
Ramadhan 21

Ramadhan 21

Irsyad Syafar

MUHASABAH, MENYEMPURNAKAN IBADAH
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Orang yang beriman, biasanya akan terus terdorong untuk meningkatkan dan memperbaiki ibadahnya. Sebab, dia merasa bahwa ibadahnya masih kurang dan masih jauh dari kesempurnaan.

Sebaliknya, orang yang tertipu (maghrur) adalah orang yang merasa ibadahnya sudah sempurna. Akibatnya dia tak merasa perlu menambah atau meningkatkannya. Bahkan biasanya, berpotensi besar untuk berkurang atau menurun. Sebab, ibarat sebuah pendakian, bila sudah sampai di puncaknya, maka yang ada setelah itu hanyalah penurunan.

Oleh karenanya, merasa belum maksimal dan kurang sempurna dalam beribadah adalah suatu yang positif untuk peningkatan. Dan menghindarkan diri dari sikap ghurur (tertipu) dan geer (gede rasa).

Perasaan seperti ini akan dapat hadir bila seorang mukmin senantiasa melakukan "muhasabah". Yaitu menghitung diri atas ibadah dan amalan yang telah dilakukan. Apakah sudah memenuhi kewajibannya? Apakah sudah sesuai dengan perintah Allah? Apakah memenuhi syarat dan rukunnya? Dan lain-lain. Atau, secara sederhana muhasabah itu mengandung makna perbandingan antara hak yang diterima dengan kewajiban yang telah ditunaikan.

Allah Ta'aala memerintahkan hambaNya yang beriman untuk melakukan muhasabah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al Hasyar: 18).

Dalam ayat ini orang-orang beriman disuruh untuk memperhatikan amalan-amalan yang sudah dikerjakan (di dunia) untuk menghadapi hari esok (akhirat). Yang diperhatikan adalah,  apakah yang sudah diperbuat itu layak untuk dibawa menghadap Allah ataukah tidak.

Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata: "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Dan timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan berhiaslah kalian untuk menghadapi hari "penampilan" yang sangat dahsyat.

Allah Ta'aala berfirman:

يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَىٰ مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.

Artinya: "Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (QS Al Haqqah: 18).

Dengan melakukan muhasabah, seorang hamba akan sadar bahwa dia adalah hamba, dan Allah adalah Tuhan yang wajib dia patuhi dan dia sembah.

Hal-hal yang mesti dimuhasabahi oleh seorang hamba adalah mengukur atau membandingkan antara nikmat Allah yang telah diterima dengan amalan yang diperbuat. Dan membandingkan antara kebaikan yang sudah diamalkan dengan keburukan yang juga terlanjur dilakukan.

Bila penghitungannya akurat, akan nampaklah bahwa dihadapannya kelak hanya satu diantara dua pilihan: ampunan dan rahmat Allah, atau kecelakaan dan kesengsaraan.

Sebab, bagaimanapun nikmat Allah yang telah diterima tak akan pernah mampu diimbangi dengan amal shaleh yang dikerjakan.

Dalam hadits riwayat imam Hakim (dhaif menurut Albany), ada seorang hamba yang beribadah kepada Allah selama 500 tahun tiada henti. Lalu kemudian diukur ibadah tersebut dengan nikmat penglihatan yang Allah berikan. Ternyata nikmat penglihatan, jauh mengalahkan beratnya amal shaleh selama 500 tahun.

Dengan muhasabahlah seorang hamba dapat untuk meningkatkan derjatnya di sisi Allah. Sebab, muhasabah menimbulkan perbaikan dan peningkatan. Imam Ibnul Qayyim menyatakan bahwa, muhasabah akan dapat berdampak positif bila seorang hamba memiliki 3 perangkat muhasabah:

Pertama, ilmu dan pemahaman yang benar, yang dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang hidayah dan mana yang kesesatan, mana yang bermanfaat dan mana yang mudharat. Tanpa ilmu yang memadai, muhasabah menjadi tidak berarti. Sebab, alat ukurnya cacat dan menjadi tidak valid. Karenanya, menuntut ilmu syar'i menjadi kebutuhan primer setiap muslim.

Kedua, berburuk sangka kepada diri sendiri. Ini diperlukan karena muhasabah itu ibarat pemeriksaan atau audit internal. Kalau seseorang sudah berbaik sangka duluan terhadap dirinya, maka muhasabahnya menjadi dangkal dan cendrung subjektif. Kekurangan bisa dianggap tidak ada, atau malah menjadi sebuah kelebihan. Dosa besar bisa dianggapnya sebagai dosa kecil. Dan dosa kecil dia anggap tidak ada.

Pujangga arab dalam puisinya menyatakan:

"Pandangan redho akan buta terhadap kekurangan".
"Pandangan benci cendrung mengedepankan kekurangan".

Ketiga, membedakan antara nikmat dengan ujian (niqmah). Maksudnya, seorang hamba harus mampu menilai apakah dia mendapat pemberian dari Allah karena dia dalam kebaikan dan ketaatan, ataukah dia memperolehnya disaat amal shalehnya lagi menurun dan dosanya bertambah. Yang pertama itu adalah Nikmat hakiki, sedangkan yang kedua adalah istidraj (ujian/jebakan berbalut nikmat).

Siapa yang ketat menghisab dirinya di dunia, akan lebih aman dan longgar di akhirat. Sebaliknya, siapa yang longgar terhadap dirinya di dunia, kelak dia akan menyesal di akhirat.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Ramadhan 20

Ramadhan 20

Irsyad Syafar

MENUJU KAMPUNG ORANG-ORANG YANG BERSIH
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Kampung asli kita, dan kampung asli seluruh orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya adalah sorga. Di sana dahulu Ayah Bunda pertama kita diciptakan dan ditempatkan Allah.

InsyaAllah, orang yang memenuhi syaratnya akan kembali ke sana. Syaratnya yaitu menjadi orang yang bersih. Karena sorga memang adalah tempat orang-orang yang bersih lagi baik. Terbebas dari noda dan dosa. Sorga itu "thayyibah", dan tak akan dimasuki kecuali oleh yang "thayyib" (Ibnul Qayyim dalam madaarijus saalikin). Allah Ta'aala menegaskan:

حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ.

Artinya: "Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: "Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Telah suci kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya". (QS Az Zumar: 73).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.

Artinya: "(yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun 'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS An Nahl: 32).

Maka, untuk kembali masuk ke kampung asli, kita harus betul-betul bersih (thayyib). Dan seluruh ibadah dan isti'anah kita kepada Allah adalah dalam rangka membersihkan diri agar kemudian layak dan berhak kembali kesana. Sebab, bila belum bersih, akan terjadi proses pembersihan di tahapan-tahapan sebelum masuk sorga.

Imam Ibnuk Qayyim Aljauziah menyampaikan, bahwa aetidaknya ada empat tahapan pembersihan yang akan dilewati oleh semua manusia sampai menginjakkan kakinya di tanah sorga.

Pertama, tahapan di dunia. Tahapan inilah yang sepenuhnya usaha dan perjuangan anak manusia. Pada tahapan ini ada 4 hal yang harus dilakukan manusia:
1. Bertaubat dari setiap dosa; dengan segera menghentikan dosa terkait, menyesal telah memperbuatnya, dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Bila ada dosa yang terkait dengan manusia lain, maka segera mohon maaf atau harus mendapatkan keridhaannya.
2. Istighfar atau memohon ampun kepada Allah, setiap pagi dan petang, siang dan malam dan setiap kali jatuh kepada dosa. Karena Dia Maha Pengampun.
3. Memperbanyak amal shaleh sebagai penghapus atau pengganti dosa.
4. Musibah yang menimpa yang disikapi dengan sabar dan harapan pahala dariNya.

Jika seorang hamba bersih karena adanya 4 hal tersebut di tahapan pertama, maka dia akan selamat dan diwafatkan oleh Malaikat secara baik. Merekalah yang diisyaratkan Allah dalam firmanNya:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (saat wafat) dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS Fushshilat: 30).

Namun, apabila 4 hal tadi belum membuat seorang hamba menjadi bersih, mungkin karena tobat yang tidak sempurna, atau istighfar yang kurang tulus, atau amal shaleh yang sedikit, atau karena dosa memang terlalu banyak, maka proses pembersihan masuk ke tahap kedua.

Pembersihan tahap kedua adalah setelah kematian dan saat di alam barzakh. Yaitu dengan 3 hal:
1. Banyaknya orang yang beriman yang ikut menshalatkan jenazahnya, memohonkan ampun untuknya. Sebab Rasulullah saw mengajarkan bahwa banyaknya orang-orang yang menshalatkan jenazah bisa memberi syafaat bagi si mayat.
2. Fitnah atau ujian kubur. Karena semua jenazah akan diuji dan ditanya di alam kubur. Ini bagian dari pembersihan.
3. Kiriman amal shaleh dari keluarga dan kerabat serta teman-temannya di dunia. Para ulama sepakat bahwa doa dan sedekah untuk si mayat sampai pahalanya, berapapun dan kapanpun. Adapun haji, umrah, bacaan quran dan lain-lainnya masih diperselisihkan oleh ulama apakah sampai atau tidak.

Bila 3 hal dalam tahapan kedua ini telah membersihkan seorang hamba dari berbagai dosa, maka dia akan selamat. Dibangkit pada hari kiamat dan mudah menuju sorga.

Namun, bila belum bersih juga, karena dosa-dosa masih begitu banyak, maka dia akan melewati pembersihan ditahapan ketiga.

Pembersihan tahap ketiga adalah saat berbangkit sampai dihisab di depan Allah. Dimana semua manusia akan melewati hari-hari sulit dan berat:
1. Hari berbangkit setelah kiamat. Semua akan dibangkit dalam keadaan telanjang bulat, tidak beralas kaki dan belum dikhitan, sebagaimana Rasulullah saw sampaikan. (Dari hadits Aisyah Muttafaqun alaih).
2. Suasana mengerikan dan menakutkan di padang mahsyar. Beribu-ribu tahun tanpa busana, dengan matahari yang didekatkan ke kepala satu jengkal. Ada manusia yang berkeringat semata kaki, ada yang selutut, ada yang sepinggang, sebahu dan bahkan tenggelam dengan keringatnya sendiri. Semua orang nafsi-nafsi.
3. Syafaat dari pemberi syafaat yang diizinkan Allah. Seperti puasa, Al quran, surat Al baqarah dan Ali Imran dan lain-lain. Semuanya memberi syafaat kepada pelakunya. Termasuk syafaat kubra Rasulullah saw.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رضي الله عنهما أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ( الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ...

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah saw bersabda, "Puasa dan Al Quran memberi syafaat kepada hamba pada hari kiamat". (HR ahmad, shahih).
4. Ampunan Allah saat dihisab. Sebab, Dia berkehendak dan berkuasa untuk mengampuni siapa saja dan menyiksa siapa saja.

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يُعَذِّبُ مَن يَشَاءُ وَيَغْفِرُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

Artinya: "Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah-lah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al Maidah: 40).

Bila dengan 4 hal ini seorang hamba menjadi bersih, maka selamatlah dia menyeberang ke sorga yang abadi. Namun sebaliknya, bila masih menyisakan dosa, maka dia akan melewati tahapan ke empat.

Tahapan ke empat ini tahapan terakhir. Yaitu pembersihan dengan api neraka -na'udzubillahi min dzalik- sesuai dengan jumlah dosa yang masih tersisa.

Namun, siapakah yang akan sanggup dengan siksaan api neraka yang tiada terkira? Angin neraka saja bila bertiup ke dunia akan menghancurkan dunia. Apalagi apinya.

Beruntunglah orang-orang yang istiqamah dengan ibadah dan isti'anahnya kepada Allah selama di dunia. Karena dengan itulah mereka menjadi bersih dan baik. Sehingga kemudian berhak dan layak masuk ke dalam Sorga, tanpa hisab tanpa adzab.

Wallahu A'laa wa A'lam.

15 Juni 2017

Ramadhan 19

Ramadhan 19

Irsyad Syafar

EMPAT GOLONGAN
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Ibnul Qayyim Aljauziah menyebutkan adanya 4 golongan manusia berdasarkan "Ibadah" dan "Isti'anah".

Golongan pertama adalah golongan yang paling tinggi dan paling mulia, yaitu Ahlul Ibadah dan ahlul Isti'anah. Mereka adalah orang-orang yang tujuan dan agenda hidupnya adalah ibadah kepada Allah dan mereka juga melakukan isti'anah kepadaNya. Dan ketika mereka meminta tolong pun, yang mereka minta adalah agar dimudahkan beribadah.

Inilah yang diajarkan Baginda Nabi Muhammad saw kepada sahabat Muadz bin Jabal, karena Beliau sangat mencintai Muadz.

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ : ( يَا مُعَاذُ ! وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ ، وَاللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ ، فَقَالَ : أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ : لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ ) رواه أبو داود (1522) قال النووي في "الأذكار" (ص/103): إسناده صحيح . وقال الحافظ ابن حجر في "بلوغ المرام" (ص/96): إسناده قوي. وصححه الألباني.

Artinya: Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal, bahwa Rasulullah memegang tangannya dan berkata, "Wahai Muadz, sungguh Aku mencintaimu, sungguh aku mencintaimu". Lalu Rasulullah berkata lagi: "Aku berwasiat kepadamu Muadz, jangan sekali-kali engkau tinggalkan diujung setiap shalat untuk berdoa: "Ya Allah, tolonglah aku untuk mengingatMu, mensyukuriMu, dan beribadah dengan baik kepadaMu". (HR Abu Daud, dishahihkan Albany).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa doa terbaik dan paling bermanfaat adalah memohon pertolongan kepada Allah untuk mendapatkan ridhoNya.

Golongan kedua, adalah lawan dari golongan pertama. Dan merupakan golongan yang paling hina lagi tercela. Yaitu golong Pembangkang Ibadah dan pembangkang Isti'anah. Mereka adalah orang-orang yang kafir kepada Allah. Mereka tidak menyembahNya dan juga tidak minta tolong kepadaNya.

Kalaupun ada mereka yang meminta pertolongan kepada Tuhan, maka permintaan mereka lebih kepada kepentingan perut, syahawat dan hak-hak dunia mereka. Bukan untuk suatu yang diredhai Allah. Sebab, iblis juga meminta kepada Allah. Tapi permintaan iblis itu hanyalah keinginan iblis, bukan mardhatillah. Dan permintaannya bisa juga dikabulkan Allah, akan tetapi hanya akan menambah jauhnya dari Allah.

Karena itu, terkabulnya doa atau permintaan seorang hamba kepada Allah, tidaklah semuanya merupakan kemuliaan dan karomah. Bisa jadi pengabulan doa itu untuk kecelakaan dan kesengsaraannya. Seperti halnya para dukun dan penyembah jin dan syetan. Permintaan-permintaan mereka tidak jarang terkabul dan terbukti. Namun itu semakin menambah dalamnya jurang kejatuhan mereka.

Kandungan makna ini Allah isyaratkan dalam firmanNya:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ.
وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ.

Artinya: "Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku". (QS Al Fajr: 15-16).

Maksudnya, tidak semua pemberian Allah merupakan kemuliaan. Dan tidak semua yang kurang pemberian dari Allah adalah kehinaan. Acuannya adalah sejauh mana seorang hamba taat dan patuh kepada Allah, dibalik pemberian atau tidak diberinya oleh Allah.

Terkait hal ini, para ulama menyarankan agar setiap meminta kebutuhan dunia kepada Allah, sebaiknya dikaitkan dengan syarat kabaikan dalam ilmu Allah. Misalnya, "Ya Allah, jika urusan ini baik bagiku dalam agama dan akhiratku menurut IlmuMu, maka mudahkanlah aku untuk itu. Jika itu buruk bagi agama dan akhiratku menurut ilmuMu, maka jauhkanlah aku darinya...".

Golongan ketiga yaitu orang-orang yang rajin beribadah tetapi malas atau tidak minta tolong kepada Allah. Bentuknya dua macam. Ada yang tidak minta tolong kepada Allah karena merasa sanggup dan bisa melakukan sendiri. Tak perlu bantuan Allah. Atau dia tidak minta tolong kepada Allah karena merasa Allah pasti akan menolong hambaNya.

Kedua bentuk golongan ketiga ini tidaklah benar. Sebab, meminta tolong kepada Allah itu juga perintah dari Allah. Dan seorang hamba yang beriman, baginya apapun perintah dari Allah, itu harus dilaksanakan.

Golongan ketiga ini juga telah keliru dalam memahami tawakkal. Mereka menganggap tawakkal itu menyerah saja kepada Allah, tidak perlu usaha. Dan itu tidaklah tepat. Tawakkal yang benar adalah meminta tolong kepada Allah dengan mengambil semaksimal mungkin sebab-sebab pertolongan.

Sebagai contoh, Rasulullah saw dalam berjihad di medan perang, Beliau bermunajat memohon bantuan Allah, dengan penuh khusyuk dan perendahan diri kepadaNya. Tapi, Beliau juga tetap menyiapkan pasukan, persenjataan, menyusun taktik dan strategi perang serta mengukur kekuatan lawan. Itu semua masuk dalam kontek tawakkal dan sekaligus itu merupakan isti'anah.

Ketika melihat seorang sahabat membiarkan ontanya di halaman masjid tanpa diikat, Rasulullah saw menegurnya dalam hadits:

عن أنس قال قال رجل يا رسول الله أعقلها وأتوكل أو أطلقها وأتوكل قال اعقلها وتوكل.

Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, apakah onta saya saya ikatkan lalu saya bertawakkal, ataukah saya lepaskan saja lalu saya bertawakkal?". Rasulullah menjawab, "Ikatlah dulu, baru kemudian bertawakkal!". (HR Tirmidzi dan Ibnu Hibban, di dhaifkan Albany).

Golongan keempat adalah ahlul isti'anah, tapi tidak beribadah. Yaitu orang-orang yang senantiasa dan rajin meminta pertolongan dan kebutuhannya kepada Allah. Tapi mereka sangat lemah dalam beribadah.

Bila meminta kepada Allah, bukan main banyak dan panjangnya permintaannya. Semua kebutuhan dan hak-hak duniawinya begitu lancar dalam permintaannya. Namun, tidak seimbang dengan ibadah dan kepatuhannya kepada Allah. Mungkin bahasa sederhananya, sholatnya pendek, tapi doanya begitu panjang.

Golongan keempat ini lebih rendah dari golongan ketiga. Karena mereka hanya mementingkan kepentingannya saja, tanpa menunaikan hak-hak Allah.

Golongan ini hanya mengakui rububiyah Allah swt, Yang satu-satunya memberi manfaat atau mudharat, Yang berkehendak dalam segala ciptaanNya. Tapi, mereka secara tidak langsung telah mengingkari Uluhiyah Allah SWT, Yang satu-satunya berhak disembah dan diibadahi.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Ramadhan 18

Ramadhan 18

IBADAH ITU TUJUAN, ISTI'ANAH ITU SARANA
(إياك نعبد وإياك نستعين)

Beribadah kepada Allah adalah tujuan penciptaan manusia. Adapun minta tolong (isti'anah) kepada Allah hanyalah sarana untuk beribadah. Allah Ta'aala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ.

Artinya: "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS Adz Dzariyat: 56-58).

Sangat jelas Allah sebutkan tujuan penciptaan jin dan manusia dari ayat di atas. Yaitu hanya untuk beribadah. Pengecualian "melainkan" setelah adanya penafian "tidak Aku ciptakan" menunjukkan bahwa khusus hanya untuk itu tujuannya. Adapun masalah rezki dan mencari rezki, itu masuk dalam kategori isti'anah. Ia hanya sarana untuk memudahkan ibadah.

Makna ini dikuatkan lagi dalam ayat lain:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ.

Artinya: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa". (QS Thahaa: 132).

Dari ayat ini ditegaskan bahwa Allah hanya menagih shalat (ibadah) dari hambaNya. Dia tak pernah menunggu setoran harta kepadaNya. Dia yang menyelesaikan dan memberikannya.

Karena itu, beribadah lebih utama dari pada meminta tolong. Beribadah itu adalah hak Allah. Sedangkan minta tolong itu adalah hak manusia. Maka hak Allah lebih utama dari hak manusia. Dan menunda-nunda ibadah karena kesibukan pekerjaan, sama artinya menyepelekan hak Allah dan mendahulukan hak manusia.

Bila seorang hamba komit dengan ibadahnya, niscaya Allah akan jamin hak isti'anahnya. Rasulullah saw bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي - صلى الله عليه وسلم - قال : ( إن الله تعالى يقول : يا بن آدم تفرغ لعبادتي أملأ صدرك غنى وأسدُّ فقرك ، وإلا تفعل ملأت يديك شغلا ولم أسد فقرك ) رواه الترمذي وابن ماجة والإمام أحمد في مسنده وغيرهم ، وحسنه الترمذي وصححه الألباني .

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, Allah Ta'aala berfirman: "Wahai anak Adam, fokuslah dalam beribadah kepadaKu, niscaya Aku akan penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku tutupi kefaqiranmu. Jika tidak engkau perbuat (begitu), maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesusahan dan Aku tidak tutupi kefaqiranmu." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dishahihkan Albany).

Dengan demikian, ibadah adalah prioritas utama kehidupan seorang manusia. Adapun meminta pertolongan untuk kehidupan dunia ini kepada Allah merupakan sarana bagi manusia untuk dapat beribadah dengan baik.

Sehingga, disaat seorang hamba mencari rezki yang halal, bekerja maksimal di dunia, itu semua adalah dalam rangka agar mudah dan maksimal dalam beribadah kepada Allah.

Jangan sampai terjadi sebaliknya. Bekerja dan mencari berbagai sarana di dunia menjadi prioritas utama. Sedangkan ibadah hanyalah sambilan atau pelengkap saja. Dikerjakan sesempatnya, sekedar ada waktu dan kelapangan. Tentu ini akan berakibat kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Rasulullah telah gambarkan dua tipe obsesi manusia dalam ibadah dan bekerja:

عن أنس رضي الله عنه قال : قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : ( من كانت الآخرة همه جعل الله غناه في قلبه ، وجمع له شمله ، وأتته الدنيا وهي راغمة ، ومن كانت الدنيا همه جعل الله فقره بين عينيه ، وفرق عليه شمله ، ولم يأته من الدنيا إلا ما قدر له ) صححه الألباني .

Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, "Barang siapa yang obsesinya akhirat, niscaya akan Allah berikan kekayaan di hatinya, Allah himpun urusan2nya, dan dunia akan datang kepadanya tunduk menyerah. Sedangkan orang yang obsesinya hanya dunia, niscaya Allah akan jadikan kemiskinan di matanya, Allah porak-porandakan urusannya, dan dunia tidak datang kepadanya kecuali hanya sekedarnya". (HR Tirmidzi, dishahihkan Albany).

Betapa beruntungnya orang yang obsesinya adalah ibadah(akhirat). Akan diliputi oleh kekayaan dan keberkahan. Sebaliknya, alangkah meruginya orang yang obsesinya hanya dunia. Kemana mata memandang, selalu merasa miskin. Banyak pekerjaan yang tidak tuntas atau bermasalah. Lalu kenikmatan dunia yang diperoleh juga terbatas, walaupun hartanya banyak.

Bagi hamba yang beriman, mendahulukan ibadah dari pada isti'anah juga merupakan sebuah adab dan sopan santun kepada Allah. Sekaligus merupakan wujud syukur kepadaNya atas berbagai nikmat yang telah diberikanNya tanpa meminta sebelumnya.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Ramadhan 16

Ramadhan 16

Irsyad Syafar

ALLAH MENOLONGNYA
(وإياك نستعين)

Banyak cara Allah dalam menolong hambaNya. Yang jelas, Allah pasti menolong Nabi dan RasulNya serta orang-orang yang beriman. Allah Ta'aalaa berfirman:

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ.

Artinya: "Sesungguhnya Kami menolong Rasul-Rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)". (QS Ghafir: 51).

Adakalanya Allah menolongnya dari rencana busuk musuh-musuhNya, sehingga dia selamat dan terhindar dari marabahaya. Adakalanya ditolong dengan adanya rezeki yang banyak dan mendadak. Atau bisa juga Allah menyelamatkannya keluar dari suatu kesulitan dan mendapat jalan keluar.

* * * * *

Pernah Rasulullah saw bersama beberapa sahabatnya mendatangi kaum yahudi bani Nadhir. Tujuannya untuk meminta bantuan dalam melunasi pembayaran diyat seorang sahabat yang telah salah dalam membunuh.

Rasulullah saw mendatangi benteng yahudi bani Nadhir. Disana Beliau diterima dan disambut oleh orang-orang yahudi. Setelah berbicara sejenak menyampaikan maksud kedatangannya, Rasulullah saw diminta menunggu sejenak di dekat sebuah dinding. Sementara itu kaum yahudi akan berunding dulu untuk memutuskan bantuan yang akan diberikan.

Rupanya kaum yahudi ini tidak berunding untuk membantu Rasulullah. Malah ternyata mereka hendak membunuh Rasulullah, dengan cara menimpakan batu besar dari atas dinding ke kepala Rasulullah saw.

Namun, malaikat Jibril segera memberitahu Beliau akan niat jahat tersebut. Rasulullah saw langsung bangkit berdiri meninggalkan dinding itu dan kembali ke Madinah mengumpulkan pasukan. Lalu mengepung bani Nadhir yang telah berniat jahat dan mengusirnya dari Madinah.

* * * * *

Pada tahun 23 H, Khalifah Umar bin Khattab mengirim pasukannya ke persia. Panglimanya waktu itu adalah Sariyah bin Zunaim Ad Duali.

Pasukan dibawah komando Sariyah ini sedang bertempur di daerah Nahawand di persia (wilayah Iran saat ini). Dan pasukan itu salam kondisi terjepit dari serangan musuh di dekat bukit.

Pada waktu yang sama, Umar bin Khattab sedang menyampaikan khutbah jumat di Madinah. Secara spontan saja Umar berkata dalam khutbahnya dengan suara keras, "Wahai Sariyah, ke bukit ! Ke bukiit!, barang siapa yang membiarkan srigala mengembala kambing, maka dia telah menganiaya.."

Para hadirin di masjid terheran-heran dengan teriakan Umar ini. Termasuk Ali bin Abi Thalib yang juga hadir di sana. Selesai shalat jumat mereka bertanya kepada Umar tentang apa yang terjadi. Namun Umar belum bisa memberikan jawaban yang jelas.

Setelah pasukan Sariyah kembali dari peperangan di persia dan sampai di Madinah, barulah jelas jawabannya. Pasukan itu menceritakan bahwa mereka mendengar suara menggelegar menyuruh mereka ke bukit. Dan selamatlah mereka dari kepungan musuh dan akhirnya pun mereka memenangi pertempuran itu.

Suatu keajaiban yang sangat dahsyat. Suara Umar bin Khattab di Madinah, bisa sampai dan terdengar di persia. Jaraknya bisa lebih dari 1000 km.

* * * * *

Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil meminta kepada seseorang Bani Israil lainnya agar memberikan pinjaman kepadanya seribu dinar. Lalu si pemberi pinjaman berkata, “Datangkanlah para saksi. Saya meminta mereka untuk bersaksi.”

Lantas orang yang meminta pinjaman berkata, “Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadi saksi.”

Pemberi pinjaman menambahkan, “Datangkanlah seorang penjamin,.”

Dia menjawab, “Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjamin.”

Pemberi pinjaman berkata, “Engkau benar.”

Kemudian dia menyerahkan piutang 1000 dinar tersebut kepadanya sampai waktu yang ditentukan.

Kemudian si peminjam pergi mengarungi lautan untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah itu, dia mencari kendaraan yang akan digunakan untuk kembali membayar pinjaman sesuai waktu yang telah ditetapkan. Namun ternyata dia tidak menemukan kendaraan.

Lantas dia mengambil kayu dan melubanginya, lalu dia memasukkan seribu dinar di dalamnya dan selembar kertas darinya untuk temannya (si pemberi pinjaman). Kemudian dia meratakan tempatnya kembali.

Selanjutnya dia membawa kayu tersebut ke laut. Dia berkata, “Ya Allah! Sungguh, Engkau mengetahui bahwa saya meminjam seribu dinar kepada si fulan, lalu dia meminta penjamin kepadaku dan saya berkata, ‘Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai penjamin.’ Dia pun ridha karena Engkau. Dia juga meminta saksi, lalu saya berkata, ‘Cukuplah Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi saksi.’ Dia pun ridha karena Engkau. Sesungguhnya saya telah bersusah payah untuk menemukan kendaraan untuk mengantarkan utangku kepada pemiliknya, ternyata saya tidak menemukan. Sungguh, saya menitipkan kayu ini kepada-Mu.”

Lantas dia melemparkannya ke laut sampai masuk ke dalam laut kemudian bergerak. Namun demikian, dia masih saja mencari kendaraan untuk menuju ke daerah temannya tersebut untuk membayar hutang secara tunai.

Di lain pihak, si pemberi pinjaman sudah menunggu kedatangan orang yang berhutang sesuai waktunya. Namun yang ditunggu belum juga datang.

Sambil berjalan di tepi pantai, ternyata ada kayu yang mengapung di dekatnya. Lalu dia mengambil kayu tersebut untuk dijadikan sebagai kayu bakar buat keluarganya. Ketika dia membelahnya, dia menemukan uang 1000 dinar dan selembar kertas, yang menjelaskan hutang tersebut.

Tak lama kemudian si peminjam uang juga datang untuk membayar hutangnya dengan tunai. Saat memberikan uang 1000 dinar,  dia berkata, “Demi Allah, saya telah bersusah payah mencari kendaraan untuk menyerahkan piutangmu. Ternyata saya tidak menemukan kendaraan sebelum saya datang sekarang ini.”

Si pemilik uang pun bertanya, “Apakah engkau pernah mengirimkan sesuatu kepadaku?”

Dia menjawab, “Saya kan sudah katakan bahwa saya tidak menemukan kendaraan sebelum saya datang sekarang ini.”

Dia berkata, “Allah telah mengantarkan darimu sesuatu yang engkau kirimkan melalui kayu dan mengalir dengan membawa seribu dinar.”
(HR. Al-Bukhari dlm kitab Kafaalah, istiqradh dan Kitab Syurut).

* * * * *

Begitulah pertolongan Allah kepada hambanya. Datang tak terduga, dengan cara yang Dia kehendaki. Dalam bencana-bencana besar seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, kecelakaan lalu-lintas dan lain-lain. Ada saja orang-orang yang Allah selamatkan, sehingga terhindar dari mara bahaya.

إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Artinya: "Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal". (QS Ali Imran: 160).

Wabillahi Nasta'in.

11 Juni 2017

Ramadhan 15

Ramadhan 15

Irsyad Syafar

MENGHADIRKAN PENYEBAB PERTOLONGAN ALLAH
(وإياك نستعين)

Kita sangat butuh pertolongan Allah subhaanahu wa ta'alaa. Dan kita wajib memintanya. Agar pertolongan itu bisa segera datang, atau datang pada saat yang tepat, maka kita perlu menghadirkan faktor-faktor penyebab datangnya pertolongan tersebut.

Berdasarkan pembacaan terhadap ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits Rasulullah saw, ternyata banyak sekali hal yang menyebabkan Allah menolong seorang hamba. Berikut diantaranya:

Pertama, keIKHLASan dalam menyembah Allah. Yaitu mengesakan Allah dalam semua maksud dan tujuan beribadah.

Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا. [الكهف: من الآية110].

Artinya: “Barangsiapa yang mengarap pertemuan dengan Rabb-nya maka hendaknya dia BERAMAL SHALIH dan TIDAK BERBUAT SYIRIK kepada siapapun ketika menyembah Rabb-nya” (al-Kahfi : 110)

Allah akan meninggalkan orang-orang yang beribadah dengan tidak ikhlas. Sebab, Dia sangat tidak mau dan tidak butuh sekutu. "Barang siapa yang beramal  menyekutukan (Aku) dengan selainKu, niscaya Aku tinggalkan dia dan yang disekutukannya". (Dari HR Muslim dari Abu Hurairah).

Kalau Allah sudah membiarkan dan meninggalkan seorang hamba, tentu tak ada satupun makhluk yang akan mampu menolongnya.

Kedua, Senantiasa berpegang teguh dalam TAQWA kepada Allah.

Ketaqwaan itu akan mengantarkan pemiliknya kepada niat yang baik dalam beramal,  maksud yang selamat dalam bekerja, serta akan mengajaknya untuk membersihkan diri/jiwanya dalam makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain.

Ketaqwaan juga akan menghalangi dia dari maksud yang jelek, dan niat yang tidak benar, serta akan terhindar dari perbuatan salah, curang dsb, yang semua itu akan menyebabkan datangnya hukuman dari Allah.

Allah Tabaaraka wa ta'alaa telah menjanjikan hadirnya solusi bagi setiap permasalahan bagi orang yang bertaqwa:

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا.

Artinya: "Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (QS Ath Thalaq: 2-3).

Ketiga, berpegang TEGUH dengan Al Quran dan Sunnah dalam segala agenda kehidupannya. Secara komprehensif dan universal.

Sebab, orang yang parsial saja mengambil Al quran, memilih sebagian yang dia suka saja, lalu meninggalkan yang tidak disukainya, dia diancam kehinaan dan kesengsaraan oleh Allah. Apalagi kalau sampai menjauh sama sekali dari kitabullah dan sunnah RasulNya.

Allah Tabaraka wa Ta’ala juga berfirman :

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ. [البقرة: من الآية85].

Artinya: “Apakah kalian mengimani sebagian al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya??! Tidaklah balasan mereka kecuali kehinaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka akan dikembalikan kepada adzab yang sangat pedih. Allah tidaklah lalai dari apa yang kalian kerjakan.” (QS Al-Baqarah: 85).

Keempat, TERUS MENERUS dalam Dzikrullah, mengingat Allah dimanapun kita berada. Agar kita juga senantiasa diingatNya. Dan kita akan mendapatkan pujian dari-Nya di hadapan majelis yang suci dan tinggi (yakni di hadapan para malaikat).

Sebagaimana firman Allah :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ [البقرة:152]،

Artinya: "Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku (dzikir) niscaya Aku ingat pula kepada kalian, dan bersyukurlah kalian kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS Al-Baqarah: 152)

Bila kita melupakan Allah, niscaya Allah juga akan melupakan kita. Bukan Allah itu pelupa, akan tetapi dilupakan itu adalah dalam bentuk tidak ditolongNya kita saat membutuhkan.

Kelima, KOKOH DI ATAS KESABARAN. Karena kesabaran termasuk di antara sebab TERKUAT untuk datangnya pertolongan Allah dalam menghadapi setiap kesulitan, baik kesulitan itu kecil ataupun besar.

Allah telah memerintahkan untuk bersabar di banyak tempat dalam al-Qur`anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman,

يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. [آل عمران:200]

Artinya: “Wahai orang-orang beriman, bersabarlah kalian dan teruslah berupaya untuk sabar, bersiap siagalah kalian, serta bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (QS Ali ‘Imran : 200)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ. [البقرة: من الآية177]

Artinya: "dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam kondisi peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS Al-Baqarah : 177)

Keenam, MENCINTAI SUNNAH-SUNNAH NABI (shallallahu alaihi wa sallam), baik berupa ucapan (sunnah qauliyyah) maupun perbuatan (sunnah fi’liyyah), dan berupaya BERAMAL untuk menghidupkannya. Dengan itu akan bisa diraih kecintaan dari Allah, pertolongan-Nya, bantuan-Nya, dan ridha-Nya.

Sebagaimana dalam hadits qudsi,

( ولا يزال عبدي يتقرب إلىَّ بالنوافل حتى أُحبَّه ) الحديث.

Artinya: “Hamba-Ku terus menerus bertaqarrub kepada-Ku dengan ibadah-ibadah nafilah (sunnah), niscaya Aku akan mencintainya. Bila Aku telah mencintainya, maka aku menjadi pendengarannya, menjadi penglihatannya, tangannya bergerak bersamaKu dan kakinya melangkah bersamaKu.” (Hadits Qudsi, riwayat al-Bukhari)

Ketujuh, MENJAUHI MAKSIAT, dosa besar maupun dosa kecil, yang tersembunyi maupun tampak. Karena kemaksiatan merupakan penyebab datangnya hukuman, cepat ataupun lambat.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ. [الشورى:30].

Artinya: "Dan apa saja musibah yang menimpa kalian maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS asy-Syura : 30)

أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . [آل عمران:165].

Artinya: “Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badr), kalian berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ” (QS Ali ‘Imran : 165)

Kedelapan, perbanyak MENOLONG orang lain. Karena Allah sudah menjanjikan bahwa Dia akan senantiasa menolong hamba yang suka menolong saudaranya yang lain. Rasulullah saw bersabda:

((مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (رواه مسلم)

Artinya: "Barang siapa yang melepaskan seorang mukmin dari kesusahan dunia, niscaya Allah lepaskan dia dari kesusahan hari qiyamat. Barang siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, niacaya Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hamba yang selalu menolong saudaranya...". (HR Muslim dari Abu Hurairah).

Maka, menolong orang lain sama halnya dengan menyiapkan pertolongan untuk diri sendiri.

Wabillahi Nasta'in.

Ramadhan 14

Ramadhan 14

Irsyad Syafar

TSIQAH KEPADA ALLAH DAN BERSANDAR KEPADANYA
(وإياك نستعين)

Kalau kita minta tolong kepada Allah, maka kita harus menghadirkan dua hal sekaligus kepada Allah, pertama tsiqoh (percaya) kepadaNya, dan kedua bergantung kepadaNya.

Bisa jadi kita percaya kepada seseorang, tapi kita tidak bergantung kepadanya. Mungkin itu karena kita mampu atau kita sedang tidak butuh dengannya.

Atau sebaliknya, kita bergantung kepada seseorang walaupun kita tak percaya dengannya. Hanya saja, kita memang lagi butuh dengan dia, atau saat itu tidak ada orang lain selain dia yang mampu melakukannya.

Itu sikap kepada makhluk. Adapun kepada Khaliq tidak bisa seperti itu. Kita mesti sangat percaya bahwa Dia akan menolong kita, dan kita bersandar kepadaNya karena kita selalu butuh kepadaNya.

Tidak akan sempurna permintaan tolong kalau tidak percaya akan ditolongNya. Dan juga tidak sempurna meminta tolong kalau hanya ketika perlu saja, atau sewaktu-waktu saja.

Rasulullah saw memerintahkan kita bila berdoa (meminta) kepada Allah, hendaklah kita yakin bahwa Allah akan mengabulkannya. Rasulullah saw bersabda:

عن أبي هريرة: "ادْعوا الله وأنتم مُوقنون بالإِجابة، واعْلموا أنَّ الله لا يَستجيب دعاءً من قلبٍ غافل لاه". رواه الترميذي.

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Berdoalah kalian kepada Allah, sedangkan kalian yakin akan dikabulkanNya. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa orang yang hatinya lalai". (HR Tirmidzi).

Dalam hadits Bukhari dan Muslim Rasulullah menegaskan:

"قال الله تعالى: أنا عند ظنِّ عبدي بي"، وفي رواية أحمد: "إن ظنَّ بي خيرًا فله، وإن ظنَّ شرًّا فله"

Artinya: Telah berfirman Allah SWT, "Aku sesuai dengan persangkaan hambaKu tentangKu". Dalam riwayat Ahmad ditambahkan: "Jika dia menyangka terhadapKu kebaikan, maka baginya kebaikan itu. Jika dia menyangka buruk, maka baginya keburukan itu."

Yakin akan dikabulkan dan percaya akan ditolong, itulah yang harus hadir dalam hati saat minta tolong. Adapun pertolongan itu datang cepat atau lambat, nyata atau abstrak, itu adalah hikmah dan kekuasaanNya. Sekaligus sebagai ujian keimanan.

Kemudian, Allah mencela kaum yang hanya setia kepada Allah saat terjepit dan susah. Bila sudah lapang dia berpaling dari Allah.

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَىٰ بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ.

Artinya: "Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa". (QS Fussilat: 51).

Yang lebih dimurkai oleh Allah adalah orang-orang yang tidak meminta kepada Allah. Mereka dianggap sebagai orang yang angkuh lagi sombong. Malah terancam dimasukkan ke dalam neraka jahannam.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ.

Artinya: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS Ghafir: 60).

Gabungan dari "Percaya" dan "bersandar" inilah yang diistilahkan oleh Ibnul Qayyim Al Jauziah sebagai "tawakkal". Sehingga, iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'in, itu merupakan gabungan dari ibadah dan tawakkal.

Al Quran menyebutkan penggabungan dua unsur ini (ibadah dan tawakkal) dalam beberapa ayatnya:

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ.

Artinya: "Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan". (QS Hud: 123).

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ ۚ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ.

Artinya: "an tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali." (QS Hud: 88).

Allah menceritakan diantara karakter hamba yang beriman dalam doa Nabi Ibrahim, Allah  berfirman:

رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.

Artinya: "(Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali". (QS Al Mumtahanah: 4).

Maka isti'anah (meminta tolong) kepada Allah dalam bentuk tawakkal kepadaNya merupakan perintah wajib bagi setiap hamba. Dan sekaligus merupakan sifat (ciri) hamba yang beriman.

Bila kita beribadah kepada Allah, tapi tidak minta tolong kepadaNya, niscaya kita takkan kuat untuk konsisten dalam ibadah.

Sebaliknya, bila kita minta tolong kepadaNya, tapi kita tidak beribadah, maka kita hampir sama dengan para pendosa atau orang kafir. Sebab mereka juga kadang meminta pertolongan kepada Tuhan.

Wabillahi Nasta'in.

PKS Sumbar

Kolom

[Kolom][recentbylabel3]
Pemberitahuan
Jangan lupa untuk like dan subscribe PKS Sumbar.
Done